Most Read

peluang usaha

Rabu, 16 Mei 2012

JATUHNYA PESAWAT SUKHOI DARI PERSEPSI MEDIS

    



    
PENYEBAB jatuhnya pesawat Sukhoi SuperJet 100 yang menabrak tebing Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, pada Rabu, 9 Mei lalu memang masih menjadi teka-teki. Sederet kemungkinan bisa menjadi penyebabnya.

Meski masih abu-abu, urusan teknis, human error hingga medis bisa berpotensi menjadi penyebabnya. Khususnya dari sudut pandang medis, salah satu kemungkinannya yakniadanya disorientasi spasial.

Disorientasi spasial (spatial disorientation) merupakan salah satu kemungkinan penyebab jatuhnya sebuah pesawat. Disorientasi spasial terjadi karena adanya kesalahan persepsi penerbang dalam menerjemahkan sensasi penglihatan matanya (visual) akibat “goyangan” pada organ keseimbangan tubuh di telinga dalam (otolit) dan sensasi gerak dan jarak (proprioceptive sensation) dan berakhir pada keputusan yang diambil otak (brain) akibat salah persepsi tersebut.

Demikianlah seperti dituturkan Dr dr Wawan Mulyawan, SpBS, FS, seorang Doktor Biomedik, Flight Surgeon dan Dosen pada Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan FKUI, dalam rilis yang diterimaOkezone, Selasa (15/5/2012).

Lantas, apakah disorientasi spasial ini dapat dihindari dan bagaimana mengurangi risiko terjadinya hal tersebut?

Disorientasi spasial dapat terjadi ketika penerbang menggunakan metode terbang visual flight, yakni metode terbang dengan penglihatan mata telanjang tanpa menggunakan seluruh alat navigasi dan avionik pesawat yang canggih.

Dalam penerbangannya sebelum akhirnya jatuh di kawasan Gunung Salak, Jawa Barat, pada Rabu, 9 mei 2012, pesawat Sukhoi Super Jet 100 beroperasi dalam rangka joy flight (terbang demo atau hiburan/tamasya)  yang umumnya terbang dengan menggunakan metode visual flight.

“Pada visual flight tentu saja sulit mencegah terjadinya disorientasi spasial. Karenanya, para instruktur di sekolah penerbang selalu mengingatkan kepada calon pilot untuk percaya pada panel instrumen navigasi di depan mereka, serta selalu melihat dan tidak mengabaikan untuk menengok secepatnya  ke panel-panel itu kapan pun setelah melihat horison di kaca depan kokpit. Selain itu, kini desain kokpit juga dibuat sedemikian rupa, sehingga secara otomatis pilot selalu akan melihat ke panel instrumen navigasi di depannya. Ini merupakan bagian dari ergonomi kokpit pesawat saat desainer pesawat membuat kokpit di pabrik pesawat,” jelas Wawan.

Lebih lanjut, Wawan menjelaskan bahwa, panel instrumen juga dibuat agar pilot mudah dan cepat membacanya, bahkan di malam hari atau saat pilot mengalami gangguan gerakan bola mata (nistagmus).

“Parameter paling penting dalam menerbangkan pesawat seperti ketinggian (altitude), kecepatan (airspeed), horison (artificial horizon), dan touchdown point ditampilkan persis di depan pilot  agak ke atas sedikit dalam bentuk  head up display (HUD). Dengan begitu, pilot cepat melihat tanda-tanda kesalahan persepsi pada disorientasi spasial dan segera mengkoreksinya. HUD dianggap sebagai penemuan paling penting dalam mengurangi resiko disorientasi spasial hingga saat ini,” paparnya.

Namun demikian, jika panel instrumen navigasi rusak akibat masalah Machine, Money, Methods, Management dan pemeliharaan Material yang kurang,  atau pilot (Man) sendiri yang tidak mau percaya atau lalai dan sengaja tidak memanfaatkan HUD dengan baik, maka disorientasi spasial akan menjadi sebuah keniscayaan.

“Kecelakaan pesawat dan korbannya kian hari akan kian bertambah, otoritas dan operator penerbangan juga bisa dipermalukan, sumber daya juga banyak tersedot untuk SAR dan identifikasi serta penyelidikan penyebab kecelakaan. Disamping itu, perasaan masyarakat juga jadi diharu biru dan digiring pada persepsi kesalahan “disorientasi spasial” yang lain : bahwa moda transportasi udara itu adalah sangat tidak aman. Ini tentu saja suatu kesalahan persepsi yang fatal, karena telah diakui oleh survei dimanapun bahwa terbang dengan pesawat terbang adalah cara teraman dalam menggunakan moda transportasi. 





SUMBER:http://health.okezone.com/read/2012/05/15/482/629986/jatuhnya-pesawat-sukhoi-dari-persepsi-medis-ii-habis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar